Untuk selengkapya silahkan lihat https://www.youtube.com/watch?v=J3PgBiVTui8&
Minggu, 26 Februari 2017
Hasil Pengembangan Media Pembelajaran Kimia
Larutan, Koloid dan Suspensi
Untuk selengkapya silahkan lihat https://www.youtube.com/watch?v=J3PgBiVTui8&
Untuk selengkapya silahkan lihat https://www.youtube.com/watch?v=J3PgBiVTui8&
Kamis, 16 Februari 2017
PERTEMUAN 4
PENGEMBANGAN E-LEARNING DALAM
PEMBELAJARAN KIMIA
Saat ini masyarakat Indonesia hidup dalam era teknologi informasi dan
komunikasi yang serba digital. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
(TIK) atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan ICT yang serba digital telah
mengubah berbagai aspek kehidupan masyarakat, tak terkecuali dalam bidang
pendidikan. Era teknologi dan informasi yang serba digital dapat disebut
sebagai era digital. Dalam era
digital, masyarakat telah mengenal istilah e-banking
untuk penerapan ICT dalam perbankan, e-commerce
untuk penerapan ICT dalam perdagangan, dan lain-lain. Media massa seperti koran
dan majalah sudah mulai beralih termasuk kita telah mengenal pula istilah e-learning
sebagai bentuk penerapan ICT dalam pendidikan khususnya untuk tujuan
pembelajaran. Tantangan pendidikan abad 21 adalah membangun masyarakat
berpengetahuan (knowledge-based society) . Untuk membangun hal tersebut,
e-learning memainkan peran yang sangat penting.
Pengertian e-learning pada umumnya terfokus pada cakupan media atau
teknologinya. E-learning menurut Gilbert
& Jones dalam Surjono (2007) adalah suatu pengiriman materi
pembelajaran melalui suatu media elektronik, seperti internet,
intranet/ekstranet, satelite broadcast , audio/video, TV interaktif, CD-ROM dan
computer based training (CBT). E-learning juga diartikan sebagai seluruh
pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN atau Internet)
untuk membantu interaksi dan penyampaian materi selama proses pembelajaran
(Kumar, 2006). Urdan dan Weggen
menyatakan e-learning sebagai suatu pengiriman materi melalui semua media
elektronik, termasuk internet, intranet, siaran radio satelit, alat perekam
audio/video, TV interaktif, dan CD-ROM (Anderson, 2005).
Pengertian e-learning berbeda dengan pembelajaran secara online (online
learning) dan pembelajaran jarak jauh (distance learning). Online learning merupakan bagian dari e-learning , hal ini seperti
yang dinyatakan oleh Australian National Training Authority bahwa e-learning
merupakan suatu konsep yang lebih luas dibandingkan online learning, yaitu meliputi
suatu rangkaian aplikasi dan proses-proses yang menggunakan semua media
elektronik untuk membuat pelatihan dan pendidikan vokasional menjadi lebih
fleksibel. Online learning adalah suatu pembelajaran yang menggunakan internet,
intranet dan ekstranet, atau pembelajaran yang menggunakan jaringan komputer
yang terhubung secara langsung dan luas cakupannya (global). Sedangkan distance learning, cakupannya lebih
luas dibandingkan e-learning , yaitu tidak hanya melalui media elektronik
tetapi bisa juga menggunakan media non-elektronik. Distance learning lebih
menekankan pada ketidakhadiran pendidik setiap waktu. Berdasarkan uraian yang
telah dikemukakan secara umum e-learning dapat diartikan sebagai pembelajaran
yang memanfaatkan atau menerapkan teknologi informasi dan komunikasi. E-learning
adalah kegiatan belajar yang menggunakan internet yang dapat dikombinasikan
dengan kegiatan tatap muka yang ada di lembaga pendidikan.
Berdasarkan teknologi informatika yang digunakan, e-learning kemudian
dikelompokkan berdasarkan basis teknologi, yaitu sebagai berikut:
1. Computer Based Training (CBT). Sistem
CBT ini mulai berkembang di tahun 80-an dan masih berkembang terus sampai
sekarang. Hal ini ditunjang antara lain oleh perkembangan sistem animasi yang
kian menarik dan realistis (misalnya aiatem animasi 3 Dimension).
2. Web Based Training (WBT). Sistem ini merupakan perkembangan lanjutan dari CBT dan berbasis
teknologi internet. Sehingga dengan menggunakan konsep ini, dapat terjadi
komunikasi dua arah antar pengguna. Namun lancarnya proses belajar dengan
menggunakan sistem ini bergantung kepada infrastruktur jaringan kecepatan
tinggi. Kendala penerapan konsep ini terletak pada kenyataan bahwa jaringan
internet di negara kita masih belum merata. Pada dasarnya,terdapat 3 alternatif
model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih, yakni: a. Sepenuhnya secara
tatap muka (konvensional) b. Sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi
melalui internet c. Sepenuhnya melalui internet. Salah satu komponen WBT yang
sangat digemari adalah video-conferencing, yaitu dimana siswa dan guru dapat
langsung mendiskusikan semua hal tanpa harus bertemu muka secara langsung.
Sistem ini berkembang pesat di negara-negara maju dan dapat dimanfaatkan
sebagai alat belajar mengajar di virtual classes ataupun virtual universities.
Untuk mengembangkan program e-learning ada beberapa tahapan, dimulai
dengan :
1.
Analisis Kebutuhan Tujuan yang diharapkan dicapai oleh suatu lembaga atau
organisasi. Contoh: Dosen menerapkan teknologi e-learning. Pada akhir semester
prestasi mahasiswa kurang menggembirakan sehingga pimpinan mengambil keputusan
bahwa e-learning diganti dengan tatap muka karena e-learning tidak cocok dengan
gaya belajar mahasiswa yang bersangkutan. Padahal apabila dianalisis, mahasiswa
sangat antusias. Pada kasus ini problem bukan terletak dari motivasi menurun
atau e-learning kurang tepat, tetapi karena program e-learning tidak terakses
disebabkan padatnya jaringan.
2.
Mendeskripsikan tingkat kinerja/kompetensi yang ingin dicapai. Deskripsi ini
diperlukan untuk menetapkan materi pembelajaran, yang harus dipelajari sehingga
dipersiapkan dengan baik. Langkah ini berarti memilih materi serta pengalaman
belajar yang sesuai untuk mendukung pencapaian kompetensi.
3.
Menetapkan metode dan media pembelajaran. Berbagai metode serta media yang
biasa digunakan dikelas tatap muka kemungkinan dapat diterapkan juga pada kelas
online.
4.
Menentukan jenis evaluasi untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran Untuk
mengukur keberhasilan pembelajaran, evaluasi berupa balikan atau revisi
tugas-tugas. Oleh karena itu pendekatan e-learning berupa pembelajaran mandiri,
maka pembelajar harus mengevaluasi diri sendiri sehingga mengetahui tingkat
keberhasilannya.
Penerapan e-learning banyak variasinya, karena perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi yang cepat. Surjono (2007), menekankan penerapan
e-learning pada pembelajaran secara online dan dibagi menjadi dua yaitu sederhana dan terpadu. Penerapan e-learning yang sederhana hanya berupa kumpulan
bahan pembelajaran yang dimasukkan ke dalam web server dan ditambah dengan
forum komunikasi melalui e-mail dan atau mailing list (milist). Penerapan
terpadu yaitu berisi berbagai bahan pembelajaran yang dilengkapi dengan
multimedia dan dipadukan dengan sistem informasi akademik, evaluasi,
komunikasi, diskusi, dan berbagai sarana pendidikan lain, sehingga menjadi
portal e-learning. Pembagian tersebut di atas berdasarkan pada pengamatan dari
berbagai sistem pembelajaran berbasis web yang ada di internet. Nedelko (2008),
menyatakan ada tiga jenis format penerapan e-learning , yaitu:
1. Web Supported e-learning, yaitu pembelajaran tetap dilakukan secara tatap muka dan didukung
dengan penggunaan website yang berisi rangkuman tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, tugas, dan tes singkat.
2. Blended or mixed mode e-learning, yaitu sebagian proses pembelajaran dilakukan secara tatap muka dan
sebagian lagi dilakukan secara online.
3. Fully online e-learning format, yaitu seluruh proses pembelajaran dilakukan secara online termasuk
tatap muka antara pendidik dan peserta didik juga dilakukan secara online yaitu
dengan menggunakan teleconference.
Penerapan e-learning lebih banyak dimaknai sebagai pembelajaran
menggunakan teknologi jaringan ( net ) atau secara online. Hal ini berkaitan
dengan perkembangan TIK yang mengarah pada teknologi online. TIK saat ini,
lebih difokuskan untuk pengembangan networking (jaringan) yang memungkinkan
untuk mengirim, memperbaharui, dan berbagi informasi secara cepat. Keberhasilan
penerapan dari e-learning bergantung pada beberapa faktor antara lain
teknologi, materi pembelajaran dan karakteristik dari peserta didik. Teknologi
merupakan faktor pertama yang mempunyai peran penting di dalam penerapan
e-learning, karena jika teknologi tidak mendukung maka sangat sulit untuk
menerapkan e-learning , minimal sekolah mempunyai komputer. Materi pembelajaran
juga harus sesuai dengan tujuan pembelajaran, dijabarkan secara jelas atau
diberikan link ataupun petunjuk sumber pembelajaran yang lain. Karaktersitik
peserta didik juga sangat dibutuhkan karena nilai utama di dalam e-learning
adalah kemandirian.
Secara garis besar, teknis pelaksanaan e-learning dapat dilakukan
dengan dua cara, yakni:
(1)
Hanya menggunakan media Web biasa, dan (2) Menggunakan software khusus e-learning
berbasis Web yang sering disebut dengan istilah learning management system
(LMS). Pada cara pertama,
materi-materi pembelajaran disajikan pada sebuah situs Web. Siapapun dapat
mengakses materi secara bebas atau dibatasi dengan password (seperti model
langganan majalah/jurnal). Komunikasi bisanya dilakukan menggunakan e-mail atau
forum diskusi khusus. Dalam hal ini biasanya tidak terdapat fasilitas
portofolio, sehingga dosen tidak memiliki informasi siapa yang telah mengakses
materi tertentu dan kapan akses dilakukan. Yang diperlukan untuk menggunakan
pendekatan ini hanyalah sebuah server Web. Pada
cara kedua, selain diperlukan server Web juga diperlukan sebuah software
(LMS) yang berfungsi untuk mengelola e-learning. Software (sistem) LMS biasanya
mempunyai fasilitas-fasilitas yang berfungsi untuk (1) administrasi mahasiswa,
(2) penyajian materi, (3) komunikasi, (4) pencatatan (portofolio), (5)
evaluasi, bahkan (6) pengembangan materi. Berbeda dengan akses ke Web biasa,
akses ke LMS biasanya memerlukan nama user dan password, dan biasanya hanya
dosen dan mahasiswa yang terdaftar yang dapat melakukannya. Sistem LMS akan
mencatat semua aktivitas yang dilakukan mahasiswa selama mereka masuk ke dalam
system e-learning menyajikan diagram arsitektur sistem e-learning berbasis LMS
(diadopsi dari Kojhani, 2004).
Sistem e-learning terdiri atas beberapa komponen, yakni: (1) komputer
server yang dilengkapi dengan server Web dan software LMS (learning management
system) dan software pendukung lain, (2) infrastruktur jaringan yang
menghubungkan komputer klien ke server, (3) komputer klien tempat mahasiswa dan
dosen mengakses kelas online, dan (4) bahan-bahan ajar yang disiapkan oleh
dosen dan dimasukkan ke dalam kelas online. Sesuai dengan model di atas,
komponen-komponen yang diperlukan untuk membangun sistem e-learning meliputi:
(1)
hardware server dengan spesifikasi yang memadai,
(2)
software untuk server: sistem operasi, server Web, dan server e-learning (LMS,
learning
management
system), serta software-software pendukung lainnya (misalnya PHP, MySQL),
(3)
komputer klien dengan spesifikasi dan cacah yang memadai untuk akses ke sistem
e-learning secara online,
(4)
software-software untuk komputer klien: sistem operasi, browser Internet untuk
mengakses
server, software aplikasi dan authoring
untuk mengembangkan materi pembelajaran oleh dosen dan mengerjakan tugas-tugas
oleh mahasiswa,
(5)
infrastruktur jaringan LAN dan Internet yang diperlukan untuk mengakses sistem
perkuliahan
online. Dalam hal ini diperlukan adanya koneksi
LAN dan Internet yang memungkinkan akses server dari luar.
Tidak ada satupun model pembelajaran yang sempurna. Seperti halnya
e-learning juga mempunyai kelebihan dan kekurangan di dalam penerapannya. Kelebihan dari e-learning antara lain:
1. Mengurangi
biaya, walaupun pada awal pemasangan infrastruktur e-learning yaitu jaringan
internet agak mahal, tetapi selanjutnya akan mengurangi biaya akomodasi karena
informasi didapatkan dari berbagai tempat tanpa harus datang ketempat tersebut.
2.
Pesan/ isi e-learning dapat tetap (konsisten), dan juga dapat disesuaikan
dengan kebutuhan peserta didik.
3.
Materi pembelajaran lebih up to date dan dapat diandalkan. E-learning yang
berbasis internet ( web) dapat memperbaharui materi secara cepat, sehingga membuat
informasi lebih akurat dan berguna untuk jangka waktu tertentu.
4.
Pembelajaran 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu. Pendidik dan peserta didik
dapat mengakses kapan saja dan dimana saja.
5.
Universal, setiap orang dapat melihat atau menerima materi yang sama dan dengan
cara yang sama.
6.
Membangun komunitas, e-learning memungkinkan peserta didik maupun pendidik
membangun sebuah komunitas yang berkelanjutan, untuk saling berbagi pengetahuan
selama dan setelah pembelajaran.
7.
Daya tampung yang besar, e-learning tidak hanya dapat menampung 10 sampai 100
partisipan, tetapi juga dapat menampung ribuan partisipan.
Kelemahan dari e-learning lebih banyak dipengaruhi oleh faktor peserta
didik dan pendidik. Kelemahan e-learning yang dirasakan oleh pendidik umumnya
adalah memerlukan waktu yang banyak untuk mempersiapkan materi pembelajaran
serta memperbaharui materi pembelajaran yang telah disajikan di dalam media
elektronik. Adapun kelemahan e-learning
dipandang dari segi peserta didik antara lain:
1.
Merasa kesepian, peserta didik dapat merasa kesepian karena tidak adanya
interaksi fisik dengan pendidik dan teman-temannya, terutama untuk model fully
online e-learning format.
2.
Keterampilan menggunakan peralatan ICT, peserta pendidik yang tidak terampil
menggunakan peralatan ICT, akan kesulitan dalam mengikuti pembelajaran sehingga
dapat mempengaruhi hasil akhir pembelajaran.
3.
Peserta didik yang tidak disiplin dan kurang memilikii motivasi untuk belajar
akan sulit mengikuti tahap-tahap proses pembelajaran.
4. Ada
beberapa konsep-konsep pembelajaran yang sulit untuk dimodelkan atau dipelajari
tanpa bimbingan pendidik.
5.
Adanya permasalahan saat menentukan format evaluasi yang tepat berhasil atau
tidaknya peserta pendidik di dalam mengikuti pembelajaran secara e-learning.
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR SISTEM
KOLOID BERBASIS E-LEARNING
Mata pelajaran kimia sering dianggap sebagai pelajaran yang sulit
karena materi kimia merupakan materi yang bersifat abstrak. Sebagian besar ilmu
kimia merupakan ilmu percobaan dan sebagian besar pengetahuannya diperoleh dari
penelitian di laboratorium (Chang, 2003). Belajar kimia pada dasarnya berangkat
dari fakta yang ditemukan menuju konsep mikroskopik dan submikroskopik yang
kemudian disimbolkan. Sehingga siswa cenderung lebih sulit memahami konsep
mikroskopik dan submikroskopik tersebut. Sehingga perlu dikembangkan alat bantu
berupa media pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman yang menyeluruh dari
fakta (makroskpik) menuju konsep abstrak (mikroskopik dan sub mikroskopik). Salah
satu materi dalam pembelajaran kimia adalah sistem koloid. Sistem koloid
bersifat kontekstual, dekat dengan kehidupan sehari-hari dan beberapa sifatnya
merupakan konsep mikroskopik. Materi sistem koloid biasanya siswa diminta untuk
menghafal saja, padahal siswa dapat memperoleh berbagai macam sumber belajar.
Pemanfaatan internet dapat memberikan berbagai macam sumber mengenai materi
sistem koloid serta video dan animasi yang dapat memberikan pengetahuan konsep
mikroskopik materi sistem koloid.
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang mengandung informasi yang
dapat memfasilitasi pebelajar untuk memperoleh informasi yang diperlukannya
dalam belajar. Atas dasar pengertian tersebut sumber belajar dikategorikan
kedalam enam kelompok yaitu pesan, orang, bahan, alat, tenik, dan latar atau
lingkungan. Sedangkan yang dimaksud dengan bahan ajar adalah barang-barang yang
mengandung pesan, termasuk buku pelajaran dan perangkat lunak (Sitepu, 2008).
Sedangkan menurut Irzan Tahar (2006), sumber belajar adalah suatu sistem yang
terdiri dari sekumpulan bahan atau situasi yang diciptakan dengan sengaja dan
dibuat agar memungkinkan seseorang dapat belajar secara individual. Bahan ajar
memiliki peran sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Maka dari itu,
sangat diperlukan pengembangan bahan ajar. perlu dikembangkan bahan ajar yang
dapat mengakomodir kebutuhan belajar siswa dalam hal keluasan referensi,
membangun komunikasi yang efektif antara guru dengan siswa serta mengakomodir
kebutuhan siswa dalam menghadapi era teknologi informasi dan komunikasi tanpa
meninggalkan faktor pemahaman dan keterampilan siswa dalam proses pembelajaran.
Salah satunya dengan memanfaatkan kecanggihan dan kemudahan internet yang
disebut dengan e-learning.
E-learning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media
teknologi, komunikasi dan informasi khususnya internet (Kwartolo, 2010).
Sedangkan menurut Hartley (2001), e-learning merupakan jenis belajar mengajar
yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media
internet, intranet, atau media jaringan komputer lain. Secara umum e-learning
mampu menyajikan pengalaman belajar yang bermakna melalui pemanfaatan teknologi
komunikasi dan informasi. Elearning memiliki beberapa keunggulan yaitu dapat
memfasilitasi komunikasi dan interaksi antara siswa dengan tenaga pengajar dan
narasumber ahli, meningkatkan kolaborasi antar siswa untuk membentuk komunitas
belajar, mendorong siswa untuk secara mandiri mencari sumber belajar dan
mencapai makna, memberikan akses keapada beragam sumber belajar (Pannen, 2005).
Komunikasi dalam e-learning dilaksanakan dengan dua cara yaitu secara langsung
(synchronous training) dan tidak
langsung (asynchronous training).
Menurut Susanti dan Sholeh (2008), synchronous
training adalah tipe proses kegiatan belajar mengajar yang terjadi
bersamaan, sedangkan asynchronous training adalah tipe pelatihan dimana proses
pembelajaranan tidak terjadi pada waktu yang bersamaan. Contoh synchronous
training terjadi pada saat kegiatan chat dan forum diskusi dimana guru dan
siswa melakukan kegiatan online pada saat bersamaan dan terjadi interaksi.
Sedangkan contoh kegiatan asynchronous
training adalah ketika siswa belajar dan mengajukan pertanyaan dalam
e-learning, akan tetapi guru tidak menjawab pada saat yang bersamaan. Namun,
terdapat beberapa kelemahan e-learning yaitu e-learning membutuhkan dukungan
jaringan yang tepat dan stabil, banyak guru yang belum siap menggunakan
e-learning dan memanfaatkan internet dalam proses pembelajaran, serta keterbatasan
jumlah komputer yang dimiliki siswa juga dapat menghambat penggunaan
e-learning.
LMS
adalah pengelolaan interaksi proses pembelajaran berbasis TIK melalui websites
(Munir, 2010). LMS didesain untuk mengembangkan konten materi ajar berbasis
e-learning. Tujuan dari LMS adalah mendukung kegiatan belajar mengajar di
sekolah. Salah satu software LMS yang banyak digunakan di dunia adalah MOODLE
(Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment). Moodle memiliki
kelebihan yaitu mudah digunakan oleh siapapun, walaupun tidak memiliki
kemampuan pemrogaman sekalipun. LMS juga dilengkapi fitur-fitur yang dapat
memenuhi semua kebutuhan pembelajaran termasuk kuis, forum, chat, dan link ke
web lain.
Produk yang dihasilkan berupa bahan ajar sistem koloid berbasis
e-learning yang dapat diakses melalui alamat e-learning.fmipa.um.ac.id. Bahan
ajar sistem koloid berbasis e-learning dibagi menjadi lima topik yaitu
identifikasi larutan, suspensi, dan koloid, macamacam sistem koloid,
sifat-sifat koloid, pembuatan koloid, dan aplikasi sifat koloid dalam kehidupan
sehari-hari. Bagian pembuka e-learning dilengkapi dengan gambar, pernyataan
pembuka, dan lagu bertema sistem koloid. Topik pertama mengenai identifikasi
larutan, suspensi, dan koloid dilengkapi dengan handout, prosedur percobaan,
link ke website lain, link video mengenai identifikasi larutan, suspensi, dan
koloid berbahasa Indonesia dan Inggris, serta kuis online. Topik kedua tentang
macam-macam sistem koloid dilengkapi dengan handout, link ke website lain, kuis
online, dan soal uji pengetahuan. Topik ketiga tentang sifat-sifat koloid
dilengkapi dengan dua link ke website lain, link video Efek Tyndall berbahasa
Indonesia dan Inggris, link video Gerak Brown berbahasa Indonesia dan Inggris,
link video tambahan mengenai Cleansing action of Soap, serta kuis online. Topik
keempat tentang pembuatan koloid dilengkapi dengan link ke website lain,
prosedur percobaan, dan kuis online. Topik kelima tentang aplikasi sifat koloid
dalam kehidupan sehari-hari dilengkapi dengan dua link ke website lain, dan
tugas diskusi kelompok. Setiap topik dilengkapi dengan gambar dan pernyataan
pembuka serta fasilitas forum dan chat untuk memudahkan diskusi siswa dengan
guru maupun siswa dengan siswa. Bagian evaluasi dilengkapi dengan rangkuman dan
soal evaluasi. Tersedianya beberapa sumber belajar yang beragam dan dapat
diakses setiap saat oleh siswa memungkinkan dapat mengakomodasi gaya dan
kecepatan belajar siswa. Fasilitas forum dan chat diharapkan dapat meningkatkan
interaksi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, B. 2005.
Strategic e-learning implementation. Educational Technology & Society
JISC.2004, Efective
Practice with e-Learning, A good practice guide in designing for learning.
Bristol: HEFCE.
Kojhani, Sureash
Kumar. 2004. Elearning and Its Advantage. Presentasi pada Wokrshop tentang Web
Enabling Technologies & Strategies for Scientific Elearning
Minggu, 12 Februari 2017
TUGAS TERSTRUKTUR TATAP MUKA KE-2 DAN KE-3
TUGAS TERSTRUKTUR TATAP MUKA KE-2 DAN KE-3
1.
Menurut
cognitive theory of multimedia learning bahwa ada tiga asumsi utama yang
dijadikan acuan dalam merancang suatu multimedia pembelajaran. Jelaskan ketiga
asumsi tersebut dengan memberikan contoh masing-masing media yang relevan untuk
pembelajaran kimia.
2.
Jelaskan
bagaimana teori dual coding dapat diadaptasikan dalam menyiapkan suatu
multimedia pembelajaran kimia.
JAWABAN :
1. Multimedia learning adalah teori pembelajaran yang
dipopulerkan oleh Richard R. Mayer yang digunakan sebagai representasi mental
dari gambar dan kata-kata yang kemudian dikenal sebagai Cognitive Theory of Multimedia
Learning (CTML).
Menurut
Mayer (2003) CTML mempunyai tiga asumsi dasar. Asumsi yang pertama adalah Dual Chanel (saluran ganda), manusia
memiliki dua cara dalam memproses informasi apa saja yang mereka dapat melalui
dua jalur, visual (penglihatan) dan audio
(pendengaran). Asumsi saluran-ganda ini dirangkum dalam Figur 1.3 oleh karena
dua saluran, figur ini juga dibagi dua. Figur 1.3 A menunjukkan saluran verbal
auditori. Figur 1.3 B menunjukkan saluran visual pictorial. Manusia memahami
suatu informasi yang didapat melalui citra auditori dan citra pictorial.
Pemahaman yang diproses melalui kedua saluran tersebut dan mempresentasikan
serta menyimpannya dalam memori jangka panjang. Contoh media pembelajaran kimia
yang relevan untuk asumsi ini adalah dengan memakai in-focus pada saat
pembelajaran dengan menampilkan video (informasi) mengenai suatu materi kimia,
karena dengan menampilkan video tersebut manusia bisa memproses informasi
melalui penglihatan (gambar yang ditampilkan dalam video) dan pendengaran
(suara yang terdengar dari video) dan kemudian disimpan ke dalam memori jangka
panjangnya. Asumsi yang kedua adalah Limited Capacity (kapasitas terbatas) , manusia memiliki daya tampung yang
terbatas terhadap informasi yang masuk pada setiap jalur yang diterima pada
waktu yang sama, asumsi ini diadopsi dari Cognitive
Load Theory. Manusia bukan mesin atau super komputer, semua informasi yang
diperoleh akan diolah, dipadukan, dan diintegrasikan dengan kapasitas otak.
Semua informasi yang masuk tidak bisa diolah dan disimpan secara langsung ke
otak. Beberapa dari informasi akan diolah menjadi sesuatu yang padu dan dapat
dipahami. Contoh media pembelajaran kimia yang relevan untuk asumsi ini adalah
dengan menggunakan papan tulis sebagai media (alat bantu dalam memberikan
informasi) dan seorang pengajar yang menyampaikan materi kimia dengan
menggunakan metode ceramah, karena manusia mempunyai kapasitas yang terbatas
jadi peserta didik harus mencatat apa yang guru jelaskan dan apa yang tertulis
di papan tulis kemudian diolah, dipadupadankan dan diintegrasikan ke otak dan
disimpan sebagai informasi yang baru. Asumsi yang ketiga adalah Active Processing (pemrosesan aktif),
manusia menggabungkan berbagai macam informasi yang mereka terima baik secara
visual maupun audio yang kemudian digabungkan menjadi satu kesatuan yang
koheren dan mengintegrasikannya dengan pengetahuan yang lain. Manusia secara
aktif melibatkan dirinya dalam pemrosesan aktif untuk mengkonstruksi
represetasi mental yang saling terkait terhadap pengalaman mereka. Proses
kognitif aktif ini meliputi : memberi perhatian, menata informasi yang masuk
dengan pengetahuan lainnya. Pendeknya, manusia adalah prosesor aktif yang
menalar dan memasukakalkan setiap informasi yang ada. Manusia bukan prosesor
pasif yang hanya menerima merekam sesuatu dan menyimpannya di memori dan dapat
diputar olah kapan saja. Contoh media pembelajaran kimia yang relevan untuk
asumsi ini adalah dengan menggunakan in-focus dalam proses pembelajaran kimia
akan tetapi menggunakan metode diskusi dimana peserta didik memperoleh
informasi secara visual dan audio serta menata atau menggabungkan informasi
yang masuk dengan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Bagget (1984)
juga menambahkan bahwa pembelajaran yang melibatkan pendengaran dan penglihatan
akan menjadi lebih relevan terhadap pembelajaran daripada hanya pendengaran
atau penglihatan saja. Asumsi di atas menunjukkan bahwa CTML dibutuhkan sebagai
dasar teori untuk membuat media pembelajaran yang lebih efektif dan efisien
dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Mayer (2003) juga menambahkan bahwa
perancangan e-learning haruslah berdasar pada CTML sebagai dasar teori.
2.
Teori dual coding yang dikemukakan Allan Paivio (1971) menyatakan bahwa
informasi yang diterima seseorang diproses melalui salah satu dari dua channel
, yaitu channel verbal seperti teks dan suara, dan channel visual (nonverbal
image) seperti diagram, gambar, dan animasi. Kedua channel ini dapat berfungsi
baik secara independen, secara paralel, atau juga secara terpadu bersamaan.
Kedua channel informasi tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Channel
verbal memroses informasi secara berurutan sedangkan channel nonverbal memroses
informasi secara bersamaan (sinkron) atau paralel. Aktivitas berpikir dimulai ketika sistem sensory memory menerima
rangsangan dari lingkungan, baik berupa rangsangan verbal maupun rangsangan
nonverbal. Hubungan-hubungan representatif (representational connection)
terbentuk untuk menemukan channel yang sesuai dengan rangsangan yang diterima.
Dalam channel verbal, representasi dibentuk secara urut dan logis, sedangkan
dalam channel nonverbal, representasi dibentuk secara holistik. Sebagai contoh,
mata, hidung, dan mulut dapat dipandang secara terpisah, tetapi dapat juga
dipandang sebagai bagian dari wajah. Representasi informasi yang diproses
melalui channel verbal disebut logogen sedangkan representasi informasi yang
diproses melalui channel nonverbal disebut imagen (lihat Gambar).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Paivio dan Bagget tahun 1989 dan
Kozma tahun 1991, mengindikasikan bahwa dengan memilih perpaduan media yang
tepat, kegiatan belajar dari seseorang dapat ditingkatkan. Sebagai contoh,
informasi yang disampaikan dengan menggunakan kata-kata (verbal) dan ilustrasi
yang relevan memiliki kecenderungan lebih mudah dipelajari dan dipahami
daripada informasi yang menggunakan teks saja, suara saja, perpaduan teks dan
suara saja, atau ilustrasi saja.
Menurut teori Dual Coding yang dikemukakan oleh Paivio, kedua channel
pemrosesan informasi tersebut tidak ada yang lebih dominan. Namun demikian,
Carlson, Chandler, dan Sweller tahun 2003 telah melakukan sebuah riset untuk
melihat apakah pembelajaran yang dilakukan melalui diagram atau teks akan
membantu kegiatan belajar. Carlson dan kawan-kawan mengasumsikan bahwa karena
diagram lebih lengkap dibandingkan teks, dan dengan diagram seseorang mampu
menghubungkan antara elemen yang satu dengan yang lainnya, maka orang yang
belajar melalui diagram akan lebih berprestasi dibandingkan dengan orang yang
belajar dengan menggunakan teks saja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk
bahan belajar yang memiliki tingkat interaktivitas tinggi, kelompok yang
belajar dengan menggunakan diagram memiliki prestasi lebih tinggi dibandingkan
dengan yang hanya belajar dengan teks. Untuk bahan belajar yang tidak memiliki
tingkat interaktivitas yang tinggi, kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan
prestasi yang signifikan.
Sebagai tambahan kesimpulan dari teori dual coding ini jika dikaitkan
dengan bagaimana seseorang memroses suatu informasi baru, dapat dinyatakan
bahwa teori ini mendukung pendapat yang menyatakan seseorang belajar dengan
cara menghubungkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki
sebelumnya (prior knowledge). Peneliti berpendapat bahwa seorang tenaga
pemasaran yang memiliki masa kerja lebih lama juga memiliki prior knowledge
yang lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang memiliki masa kerja lebih
pendek, sehingga dapat diharapkan bahwa para tenaga pemasaran yang memiliki
masa kerja lebih lama akan lebih mudah memahami informasi baru yang disampaikan.
Teori Dual Coding juga menyiratkan bahwa seseorang akan belajar lebih
baik ketika media belajar yang digunakan merupakan perpaduan yang tepat dari
channel verbal dan nonverbal. Sejalan dengan pernyataan tersebut, peneliti
berpendapat bahwa ketika media belajar yang digunakan merupakan gabungan dari
beberapa media maka kedua channel pemrosesan informasi (verbal dan nonverbal)
dimungkinkan untuk bekerja secara paralel atau bersama-sama, yang berdampak
pada kemudahan informasi yang disampaikan terserap oleh pembelajar.
PERTEMUAN 3
TEORI PEMROSESAN INFORMASI
BERBANTUAN MEDIA
(MENURUT GAGNE DAN ATKINSON)
PENGERTIAN TEORI PEMROSESAN
INFORMASI
Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang
menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari
otak. Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi
dan dapat diingat dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu perlu menerapkan
suatu strategi belajar tertentu yang dapat memudahkan semua informasi diproses
di dalam otak melalui beberapa indera.
Teori pembelajaran pemrosesan informasi adalah bagian dari teori
belajar sibernetik. Secara sederhana pengertian belajar menurut teori belajar
sibernetik adalah pengolahan informasi. Dalam teori ini, seperti psikologi
kognitif mengkaji proses belajar penting dari hasil belajar namun yang lebih
penting dari kajian proses belajar itu sendiri adalah sistem informasi, sistem
informasi inilah yang pada akhirnya akan menentukan proses belajar.
- Menurut Gagne
Berdasarkan kondisi internal dan eksternal, Gagne menjelaskan bagaimana
proses belajar itu terjadi. Model proses belajar yang dikembangkan oleh Gagne
didasarkan pada teori pemrosesan informasi, yaitu sebagai berikut :
1.
Rangsangan
yang diterima panca indera akan disalurkan ke pusat syaraf dan diproses sebagai
informasi.
2.
Informasi
dipilih secara selektif, ada yang dibuang, ada yang disimpan dalam memori
jangka pendek, dan ada yang disimpan dalam memori jangka panjang.
3. Memori-memori ini tercampur dengan memori yang telah ada sebelumnya, dan
dapat diungkap kembali setelah dilakukan pengolahan.
Seperangkat proses yang bersifat internal yang dimaksud oleh Gagne
adalah kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk
mencapai hasil belajar dan terjadinya proses kognitif dalam diri individu.
Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi
individu dalam proses pembelajaran.
Teori pemrosesan informasi bermula dari asumsi bahwa pembelajaran
merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan salah
satu hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut teori ini, belajar merupakan
proses mengelola informasi, namun teori ini menganggap sisitem informasi yang
diproses yang nantinya akan dipelajari siswa adalah yang lebih penting. Karena
informasi inilah yang akan menentukan proses dan bagaimana proses belajar akan
berlangsung akan sangat oleh sistem informasi yang dipelajari.
Robert Gagne seorang ahli psikologi pendidikan mengembangkan teori
belajar yang mencapai kulminasinya (titik uncak) pada “The Condition of
Learning”. Banyak gagasan Gagne tentang teori belajar, seperti belajar konsep
dan model pemrosesan informasi, pada bukunya “The Condition of Learning”
mengemukakan bahwa: Learning is change in human disposition or capacity, wich persists
over a period time, and which is not simply ascribable to process a groeth.
Dalam bukunya Robert M. Gagne disebutkan bahwa : A very special kind of
intellectual skill, of particular in probelem solving, is called a cognitive
strategy. In term of modern learning theory, a cognitive strategy is a control
process . An internal process by means of which thinking. Gagne mengemukakan
delapan fase dalam satu tindakan belajar. Fase-fase itu merupakan
kejadian-kejadian eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa atau guru.
Setiap fase dipasangkan dengan suatu proses yang terjadi dalam pikiran siswa.
Kejadian-kejadian belajar itu akan diuraikan dibawah ini, yaitu:
1. Fase
motivasi : siswa yang belajar
harus diberi motivasi untuk memanggil informasi yang telah dipelajari
sebelumnya.
2. Fase pengenalan : siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang esensial
dari suatu kejadian instruksional, jika belajar akan terjadi.
3. Fase perolehan : apabila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia telah
siap untuk menerima pelajaran.
4. Fase retensi : informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka
pendek ke memori jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui penggulangan kembali
5. Fase pemanggilan : pemanggilan dapat ditolong dengan memperhatikan kaitan-kaitan antara
konsep khususnya antara pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya.
6. Fase generalisasi : biasanya informasi itu kurang nilainya, jika tidak dapat diterapkan
diluar konteks di mana informasi itu dipelajari.
7. Fase penampilan : tingkah laku yang dapat diamati. Belajar terjadi apabila stimulus
mempengaruhi individu sedemikan rupa sehingga performancenya berubah dari
situasi sebelum belajar kepada situasi sesudah belajar.
8. Fase umpan balik : para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka
yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang
diajarkan.
Asumsi yang mendasari teori-teori pemrosesan informasi menjelaskan
tentang (1) hakekat sistem memori manusia, dan (2) cara bagaimana pengetahuan
digambarkan dan disimpan dalam memori. Konsepsi lama mengenai memori manusia
adalah bahwa memori itu semata-mata hanya tempat penyimpanan untuk menyimpan
informasi dalam waktu yang lama, sehingga memori diartikan sebagai koleksi
potongan-potongan kecil informasi yang terlepas-lepas atau saling tidak ada
kaitannya. Akan tetapi pada tahun 1960-an memori manusia mulai dipandang
sebagai suatu struktur yang rumit yang mengolah dan mengorganisasi semua
pengetahuan manusia
Metode ini sangat cocok untuk pemerolehan kemampuan yang membutuhkan
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur kecepatan spontanitas kelenturan
daya tahan. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan peran orang tua. Kekurangan metode ini adalah pembelajaran siswa
yang berpusat pada guru bersifat mekanistis dan hanya berorientasi pada hasil.
Murid dipandang pasif, murid hanya mendengarkan, menghafal penjelasan guru
sehingga guru sebagai sentral dan bersifat otoriter.
- Menurut Atkinson
Teori pemrosesan informasi ini
didasarkan pada model memori dan penyimpanan yang dikemukakan oleh Atkinson dan
Shiffin yang menyatakan bahwa memori manusia terdiri dari tiga jenis yaitu sensori
memori (sensory register) yang menerima informasi melalui indra
penerima seperti mata, telinga, hidung, mulut, dan atau tangan, setelah
beberapa detik, informasi tersebut akan hilang atau diteruskan pada ingatan
jangka pendek (short term memory atau working memory). Informasi tersebut
setelah 5-20 detik akan hilang atau tersimpan ke dalam ingatan jangka panjang (
long term memory).
MODEL PEMROSESAN
INFORMASI
Pada hakikatnya model pembelajaran dengan pemerosesan informasi
didasarkan pada teori belajar kognitif. Model pembelajaran tersebut
berorientasi pada kemampuan siswa memproses informasi dan sistem yang dapat
memperbaiki kemampuan belajar siswa. Pemrosesan informasi menunjuk kepada
cara-cara mengumpulkan atau menerima stimulus dari lingkungan, mengorganisasi
data, memecahkan masalah, menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah serta
menggunakan simbol-simbol verbal dan non-verbal.
Proses informasi dalam ingatan dimulai dari proses penerimaan informasi
(encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (stroge ) dan diakhiri dengan
mengungkapkan kembali informas-informasi yang telah disimpan dalam ingatan
(retrival ).
Teori belajar pemerosesan informasi
mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses internal yang mencakup
beberapa tahapan.
Encoding adalah proses memasukkan informasi ke dalam memori. Sistem syaraf
menggunakan kode internal yang merepresentasikan stimulus eksternal. Dengan
cara ini representasi objek/kejadian eksternal dikodekan menjadi informasi
internal dan siap disimpan.
Stroge adalah informasi yang diambilkan dari memori jangka pendek kemudian
diteruskan untuk diproses dan digabungkan ke dalam memori jangka panjang. Namun
tidak semua informasi dari memori jangka pendek dapat disimpan. Kunci penting
dalam penyimpanan di memori jangka panjang adalah adanya motivasi yang cukup
untuk mendorong adanya latihan berulang hal-hal dari memori jangka pendek.
Retrival adalah hasil akhir dari proses memori. Mengacu pada pemanfaatan
informasi yang disimpan. Agar dapat diambil kembali, informasi yang disimpan
tidak hanya tersedia tetapi juga dapat diperoleh karena meskipun secara
teoritis informasi yang disimpan tersedia tetapi tidak selalu mudah untuk
menggunakan dan menempatkannya.
Teori
ini ditemukan oleh Gagne yang didasarkan atas hasil riset tentang faktor-faktor
yang kompleks pada proses belajar manusia. Penelitiannya dimaksudkan untuk
menemukan teori pembelajaran yang efektif. Analisanya dimulai dari identifikasi
konsep hirarki belajar, yaitu urut-urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh
pembelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau
lebih kompleks.
Teori
pemrosesan informasi umumnya berpijak pada tiga asumsi berikut :
1.
Antara stimulus dan respon berpijak pada asumsi, yaitu pemrosesan informasi
ketika pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu
2.
Stimulus yang diproses melalui tahap-tahapan tadi akan mengalami perubahan
bentuk ataupun isinya
3.
Salah satu tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen, yaitu
komponen struktur dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol).
Komponen-komponen pemrosesan informasi dipilih berdasarkan perbedaan fungsi,
kapasitas bentuk informasi, serta proses terjadinya ”lupa”. Ketiga komponen
tersebut adalah sebagai berikut :
- · Sensory Receptor (SR)
Sensory Receptor adalah sel tempat pertama kali informasi diterima dari
luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, informasi hanya bertahan
dalam waktu yang sangat singkat dan mudah tergangu atau berganti.
- · Working Memory (WM)
Working Memory diasumsikan mampu menangkap informasi yang mendapat
perhatian individu, perhatian dipengaruhi oleh persepsi. Karakteristik
Working Memory adalah memiliki kapasitas
terbatas (informasi hanya mampu bertahan 15 detik jika tidak diadakan
pengulangan) dan informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari
stimulus aslinya. Artinya agar informasi dapat bertahan dalam WM, upayakan
jumlah informasi tidak melebihi kapasitas disamping melakukan pengulangan.
- · Long Term Memory (LTM)
Long Term Memory diasumsikan: 1) berisi semua pengetahuan yang telah
dimiliki oleh individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan 3) bahwa
sekali informasi disimpan di dalam LTM, ia tidak akan pernah terhapus atau
hilang. Sedangkan lupa adalah proses gagalnya memunculkan kembali informasi
yang diperlukan.
PEMBELAJARAN BERBANTUAN KOMPUTER (PBK)
Pemanfaatan Komputer dalam Pembelajaran
Komputer
di dunia pendidikan tidak hanya digunakan untuk mempelajari seluk beluknya,
tetapi juga sebagai sarana komunikasi serta sebagai media dalam proses pembelajaran.
Hal ini karena potensi komputer yang dapat dimanfaatkan untuk dunia pendidikan
telah sangat luas dan menjangkau berbagai kepentingan. Proses pembelajaran
dapat juga dilaksanakan dengan bantuan komputer.
Secara
garis besar komputer dimanfaatkan dalam dua macam penerapan, yaitu dalam bentuk
pembelajaran dengan bantuan komputer (Computer Assisted Instructional-CAI),
dan pembelajaran berbasis komputer (Computer Based Instruction-CBI).
Dalam banyak hal kedua penerapan dalam pemanfaatan komputer untuk pembelajaran
ini adalah sama. Perbedaan yang menonjol diantara keduanya terletak pada fungsi
perangkat lunak yang digunakan. Pada CAI perangkat lunak yang digunakan
berfungsi membantu guru dalam proses pembelajaran, seperti sebagai multimedia,
alat bantu dalam presentasi maupun demontrasi atau sebagai alat bantu dalam
pelaksanaan pembelajaran. Adapun pembelajaran berbasis komputer (CBI) mempunyai
fungsi lebih luas. Perangkat lunak dalam CBI disamping bisa dimanfaatkan
sebagai fungsi CAI, bisa juga dimanfaatkan dengan fungsi pembelajaran
individual (individual learning).
Dalam
pembelajaran bermedia komputer ini siswa berhadapan dan berinteraksi secara
langsung dengan komputer. Interaksi antara komputer dan siswa ini terjadi
secara individual dan komputer memang memiliki kemampuan untuk itu. Dengan
demikian apa yang dialami siswa satu dengan lainnya tidak akan sama. Potensi
pelayanan terhadap perbedaan siswa inilah komputer digunakan dalam sistem
pembelajaran.
Ciri-ciri Media Pembelajaran
Berbantuan Komputer
Ciri-ciri
media yang dihasilkan teknologi berbantuan komputer (baik perangkat keras maupun
perangkat lunak) sebagai berikut:
(1) dapat digunakan
secara acak, non-sekuensial, atau secara linier,
(2) dapat digunakan
berdasarkan keinginan siswa atau berdasarkan keinginan perancang/pengembang
sebagaimana direncanakannya,
(3) biasanya
gagasangagasan disajikan dalam gaya abstrak dengan kata, simbol dan grafik,
(4) prinsip-prinsip ilmu
kognitif untuk mengembangkan media ini, dan
(5) pembelajaran dapat
berorientasi siswa dan melibatkan interaktivitas siswa yang tinggi.
Keuntungan Media Pembelajaran
Berbasis Komputer
Terdapat
beberapa kelebihan media berbantuan komputer terkait dengan multimedia
interaktif yaitu:
1. Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah secara individual.
2. Menyediakan
presentasi yang menarik dengan animasi.
3. Menyediakan pilihan
isi pembelajaran yang banyak dan beragam.
4. Mampu membangkitkan
motivasi siswa.
5. Mampu mengaktifkan
dan menstimulasi metode pembelajaran dengan baik.
6. Meningkatkan
pengembangan pemahaman siswa terhadap materi yang disajikan.
7. Merangsang siswa
mendapat pengalaman bersifat konkrit, dan retensi siswa meningkat.
8. Memberikan umpan
balik secara langsung.
9. Siswa dapat
menentukan sendiri percepatan belajarnya.
10. Siswa dapat
melakukan self evaluation.
Hal
ini didukung oleh Wankat dan Orenovicz bahwa keuntungan lain dari pembelajaran
berbantuan komputer adalah memberikan kemudahan bagi guru mengembangkan materi
pembelajaran lebih lanjut yaitu:
1. Mengakomodasi siswa
yang lamban karena dapat menciptakan iklim belajar yang efektif dengan cara
yang lebih individual.
2. Merangsang siswa
untuk mengerjakan latihan karena tersedianya animasi grafis, warna dan musik.
3. Kendali berada pada
siswa sehingga percepatan belajar disesuaikan dengan tingkat kemampuan.
Keterbatasan Media Pembelajaran
Berbantuan Komputer
Ada
beberapa keterbatasan pembelajaran berbantuan komputer, yaitu:
1. Hanya efektif jika
digunakan oleh satu orang atau kelompok kecil.
2. Tampilan yang kurang
menarik dan tidak dirancang dengan baik akan melemahkan motivasi siswa untuk
belajar.
3. Guru yang tidak
paham dengan aplikasi program harus bekerja sama dengan ahli programmer grafis,
juru kamera dan teknisi komputer.
4. Guru yang tidak
menguasai strategi pembelajaran bermedia komputer akan membuat pembelajaran
menjadi tidak bermakna.
5. Dalam perancangannya
memerlukan biaya yang relatif mahal.
6. Pembelajaran
terbatas pada apa yang ada pada program saja.
Keterbatasan
ini tentunya dapat diminalisir dengan merancang multimedia semenarik mungkin
sehingga siswa termotivasi untuk belajar, guru meningkatkan kompetensinya dalam
mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran, serta perlu kerja sama yang baik
antara guru sebagai perancang pembelajaran dengan programmer yang menguasai
berbagai software pengembangan media dalam memproduksi (membuat) multimedia.
Evaluasi Media Pembelajaran Berbantuan
Komputer
Media
seperti apapun yang dibuat perlu dinilai terlebih dahulu sebelum dipakai secara
luas, penilaian (evaluasi) ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah media yang
dibuat tersebut dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan atau tidak. Beberapa
beberapa tujuan evaluasi media pembelajaran, yaitu :
1) Menentukan apakah
media pembelajaran itu efektif.
2) Menentukan apakah
media itu dapat diperbaiki atau ditingkatkan.
3) Menentukan apakah
media itu cost-effective dilihat dari hasil belajar siswa.
4) Memilih media
pembelajaran yang sesuai untuk dipergunakan dalam proses belajar mengajar di
kelas.
5) Menentukan apakah
isi pelajaran sudah tepat disajikan dengan media itu.
6) Menilai kemampuan
guru menggunakan media pembelajaran.
7) Mengetahui apakah
media pembelajaran itu benar-benar memberi sumbangan terhadap hasil belajar
seperti yang dinyatakan.
8) Mengetahui sikap
siswa terhadap media pembelajaran.
Evaluasi
dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti diskusi kelas dan kelompok interviu
perorangan, observasi mengenai perilaku siswa, dan evaluasi media yang telah
tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada
Budiningsih , C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran cetakan 1.
Jakarta: Rineka Cipta
Gagne, M. Robert. 1970. The Conditions of Learning. America : United
States of America
Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindo
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta : Raja Grapindo
Persada
Langganan:
Postingan (Atom)